Friday, January 15, 2016

Teologi Islam



KATA PENGANTAR

            Segala  puji  hanya  milik  Allah SWT.  Shalawat  dan  salam  selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW.  Berkat  limpahan  dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan  tugas  makalah ini guna memenuhi tugas  mata kuliah Teologi Islam.
 Agama  sebagai  sistem  kepercayaan  dalam  kehidupan  umat  manusia  dapat  dikaji  melalui  berbagai  sudut  pandang.  Islam  sebagai  agama  yang  telah  berkembang  selama  empat  belas  abad  lebih  menyimpan  banyak  masalah  yang  perlu  diteliti,  baik  itu  menyangkut  ajaran  dan  pemikiran  keagamaan  maupun  realitas  sosial,  politik,  ekonomi  dan  budaya.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
 Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Takdir Dan Usaha, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita
            Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,  kepada  dosen  pembimbing  saya  meminta  masukannya  demi  perbaikan  pembuatan  makalah  saya  di  masa  yang  akan  datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.













BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Takdir merupakan hal penting yang harus dipercayai oleh setiap muslim. Karena sesesungguhnya takdir kita telah ditentukan oleh Allah jauh sebelum kita diciptakan oleh Allah. Jadi mempercayai takdir dengan sepenuh hati merupakan cerminan keimanan seseorang. Semakin tinggi iman seseorang semakin yakinlah bahwa segala yang diberikan Allah kepadanya merupakan ketentuan yang telah ditentukan.
Dan jikalau imannya rendah maka dia akan menyesali setiap musibah yang ditimpakan kepadanya. Perlu diingat bahwa, setiap hal yang telah ditentukan pasti terjadi. Dan takdir itu ada yang bisa dirubah dengan berusaha, yaitu dengan do'a dan usaha. Jikalau kita berhasil maka sesungguhnya Allahlah yang memindahkan kita dari takdir yang jelek ke takdir yang baik.
Usaha/perjuangan adalah kerja keras untuk mewujudkan cita – cita. Setiap manusia harus kerja keras untuk melanjutkan hidupnya. Sebagian hidup manusia adalah usaha/perjuangan, perjuangan untuk hidup dan ini sudah kodrat manusia. Tanpa usaha/perjuangan manusia tak dapat hidup sempurna. Apabila manusia ingin menjadi kaya, ia harus kerja keras. Bila seseorang ingin menjadi ilmuwan, ia harus rajin belajar dan mengikuti semua ketentuan akademik.
Dalam agamapun diperintahkan untuk kerja keras, sebagaimana hadist yang diucapkan Nabi Besar Muhammad S.A.W yang ditunjuk kepada para pengikutnya “Bekerjalah kamu seakan-akan kamu hidup selama-lamanya, dan beribadahlah kamu seakan-akan kamu akan mati besok”.
Terdapat sebilangan orang Islam yang terkeliru tentang konsep takdir (Qada’ dan Qadar), yang mana mereka beranggapan takdir mereka telah ditentukan oleh Allah s.w.t. sejak azali lagi dan dengan itu tidak perlu berusaha.
1.2   RUMUSAN MASALAH
1.       Apa itu takdir?
2.       Apa saja jenis – jenis takdir?
3.       Bagaimana pendapat manusia tentang takdir?
4.       Bagaimana konsep takdir?
5.       Bagaimana hubungan usaha dengan takdir?

1.3   TUJUAN
1.       Mengetahui pengertian takdir
2.       Mengetahui jenis dari takdir
3.       Mengetahui pendapat manusia tentang takdir
4.       Memahami konsep dari takdir
5.       Memahami hubungan usaha dengan takdir


BAB II
PEMBAHASAN
I.          Pengertian Takdir
Kata takdir berasal dari kata “qaddara” yang berasal dari akar kata qadara yang berarti mengukur, memberi kadar atau ukuran[1].
Menurut istilah takdir sendiri memiliki arti sebagai suatu ketetapan akan garis kehidupan seseorang. Setiap orang lahir lengkap dengan skenario perjalanan kehidupannya dari awal hingga akhir.
“Dan tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya’qub yang telah ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”.[2]
Dari terjemahan surah Yusuf diatas dapat disimpulkan takdir adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi di alam raya ini yang meliputi semua sisi kejadiannya baik itu mengenai kadar atau ukurannya, tempatnya maupun waktunya. Dengan demikian segala sesuatu yang terjadi tentu ada takdirnya, termasuk manusia.
Beberapa ulama besar berpendapat bahwa: “Segala ketentuan, undang-undang, peraturan dan hukum yang ditetapkan secara pasti oleh Allah swt untuk segala yang ada (maujud), yang mengikat antara sebab dan akibat segala sesuatu yang terjadi”.[3]
Pengertian di atas sejalan dengan penggunaan kata qadar di dalam al-Quran dengan berbagai macam bentuknya yang pada umumnya mengandung pengertian kekuasan Allah swt untuk menentukan ukuran, susunan, aturan, undang-undang terhadap segala sesuatu, termasuk hukum sebab dan akibat yang berlaku bagi segala yang maujud, baik makhluk hidup maupun yang mati.
Takdir merupakan suatu ketentuan yang telah di tetapkan dan semua ketentuan untuk tidak dapat di ubah, dan apabila kita ingin mengubah maka denagn banyak berdoa dan menunaikan sebanyak banyak amal ibadah .[4]
Takdir merupakan ketentuan yang telah ditentukan oleh Allah kepada makhluknya sebelum makhluk itu diciptakan, dan takdir ini pasti terjadi. Iman kepada Takdir adalah rukun iman yang keenam. Oleh karena itu orang yang mengingkarinya termasuk ke dalam golongan orang kafir, sesuai dengan kutipan dibawah ini.
Umat Islam memahami takdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan Tuhan yang harus diimani sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman. Penjelasan tentang takdir hanya dapat dipelajari dari informasi Tuhan, yaitu informasi Allah melalui Al Quran dan Al Hadits.[5]
Dalil yang menunjukkan wajibnya iman kepada takdir terdapat dalam Al-Qur'an dan sunnah, yaitu :
Tiada sesuatu bencana pun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Surah Al-Hadid : 22).[6]
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut qadar (ukuran).” (QS. Surah Al-Qamar: 49).[7]
Adapun dari hadits adalah ketika malaikat Jibril bertanya kepada Nabi Muhammad tentang iman, maka Nabi Muhammad bersabda, “Iman adalah beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan beriman kepada takdir baik dan buruk." (Bukhari Muslim).[8]
Abdullah bin Umar berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda:
“ Allah telah menulis (menentukan) takdir seluruh makhluk sebelum menciptakan langit dan bumi lima puluh ribu tahun .” (HR. Muslim)[9]
Secara keilmuan umat Islam dengan sederhana telah mengartikan takdir sebagai segala sesuatu yang sudah terjadi.
Banyak orang yang keliru dalam memahami takdir, mereka menyangka bahwa Allah menakdirkan suatu akibat terpisah dari sebabnya, menakdirkan suatu hasil terpisah dari usaha untuk mencapainya. Maka jika ada orang yang mengatakan tidak akan menikah dengan alasan jika Allah telah menakdirkannya punya anak pasti dia punya anak walau tanpa menikah. Atau dia tidak mau makan dengan alasan jika Allah menakdirkan dia kenyang, dia pasti kenyang walau tanpa makan.
Maka orang yang ditakdirkan untuk masuk surga dia akan beramal shaleh. Dan jika dia berbuat maksiat, maka dia akan ditakdirkan masuk neraka. Jadi Allah menakdirkan sebab dan akibat secara bersama-sama. Artinya usaha dan sebab adalah bagian dari takdir Allah . Inilah yang ditunjukkan oleh hadits Rasulullah dan pemahaman para sahabat.
Rasulullah pernah ditanya seseorang,“Wahai Rasulullah, apa pendapatmu tentang obat-obatan yang kami pergunakan untuk berobat, bacaan-bacaan tertentu untuk penyakit kami, dan perisai yang kami pakai untuk menangkis serangan musuh, apakah itu semua dapat menolak takdir Allah?” beliau menjawab, “itu semua juga adalah takdir Allah.” Rasulullah bersabda, “Tidak ada yang dapat menolak takdir selain doa.”[10]
Suatu saat Abu Ubaidah memasuki wilayah yang sedang terjangkit wabah Tha'un, maka Umar memerintahkannya untuk keluar dari wilayah tersebut. Abu Ubaidah menyangkal dengan mengatakan, “Apakah kita akan lari dari takdir Allah.” Maka Umar menjawabnya, “Ya kita lari dari takdir Allah kepada takdir Allah yang lain.”[11]
Ibnu Qayyim berkata; “Orang yang pintar adalah orang yang menolak takdir dengan takdir, dan melawan takdir dengan takdir. Bahkan sejatinya manusia tidak dapat hidup kecuali dengan itu. Karena lapar, dahaga, takut adalah bagian dari takdir. Dan semua makhluk senantiasa berusaha menolak takdir dengan takdir”[12]
Masalah takdir adalah masalah ghaib dan dirahasiakan Allah, kita tidak tahu apakah akan selamat atau celaka, yang tampak di hadapan kita adalah syariat, maka kewajiban kita adalah menjalankan syariat dan hasilnya akan sesuai dengan yang ditakdirkan oleh Allah.

II.          Jenis-jenis takdir
Takdir dalam Islam dibagi menjadi beberapa jenis menurut beberapa aspek.
Yang akan dibahas pertama dalam makalah ini adalah jenis-jenis takdir berdasarkan kehendak Allah atas segala sesuatu.
Takdir tentang kehendak Allah atas segala sesuatu dibagi menjadi tiga bagian[13].
Konsep takdir ini berisi kehendak-kehendak Allah yang ghaib, masalah kewajiban-kewajiban manusia, dan hukum-hukum Allah yang berlaku di alam semesta ini.
Ø  Takdir ghaibi
Adalah apa-apa yang Allah kehendaki terhadap kita (manusia). Takdir ini bersifat ghaib, rahasia, dan baru diketahui setelah terjadinya takdir tersebut. Dasarnya adalah kehendak Allah yang ghaib. Contohnya,kehendak Allah terkait gender, tempat dan tanggal lahir, orang tua yang melahirkan, dan waktu dan tempat kematian. Allah berkehendak menjadikan sebagian manusia laki-laki dan sebagiannya lagi perempuan. Setiap manusia tidak dapat memilih gender yang ia kehendaki. Ia pun tidak dapat memilih di bumi mana ia lahir dan mati juga waktunya. Ia tidak dapat mengusulkan dari orang tua yang mana ia lahir. Semuanya mutlak hak prerogatif Allah.
Ø  Takdir syar’i
Yaitu apa-apa yang Allah kehendaki dari diri kita. Sifatnya nyata, yaitu dapat diprediksi berdasarkan hukum sebab akibat. Dasarnya adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Contohnya adalah konsep surga dan neraka. Manusia akan masuk surga jika ia memenuhi kriteria-kriteria yang disyaratkan di dalam Al-Quran dan sunnah. Begitu juga sebaliknya, ia layak masuk neraka jika perilakunya sesuai dengan persyaratan masuk neraka. Karena hal ini dapat “diprediksi”, setiap orang dapat merenungi dirinya, “menghitung” amalnya, sudah sejauh manakah ia mempersiapkan diri menghadapi kehidupan akhirat dan tempat mana yang akan menjadi tempat kembalinya. Ia dapat mengintrospeksi dirinya dan melakukan perbaikan-perbaikan selama sisa hidupnya di dunia.
Ø  Takdir kauni
Yaitu apa-apa yang Allah kehendaki terhadap alam ini. Sifatnya nyata. Dasarnya adalah sunnatullah (hukum-hukum Allah atas alam), memenuhi hukum sebab-akibat, tetap, dan universal. Contohnya adalah hukum-hukum sains seperti fisika: hukum Newton, gravitasi, siklus air, dan termodinamika. Takdir ini berjalan menjaga keteraturan alam semesta. Ia seperti kitab undang-undang sebab akibat yang tertulis di alam, tetapi hanya orang yang berilmu yang dapat membacanya. Ia bersifat tetap, misalnya kalor akan tetap mengalir dari yang bersuhu tinggi ke yang bersuhu rendah sampai dunia ini berakhir. Universal, di mana pun air akan mendidih pada suhu 1000 C pada tekanan 1 atm. Jika hutan di hulu gundul, di hilir akan banjir. Jika tidak belajar, tidak akan berilmu. Itu semua adalah takdir kauni yang telah ada sejak alam ini diciptakan.
Selain pembagian takdir seperti penjelasan diatas, takdir juga dibagi berdasarkan kepastian ketentuan takdir itu terhadap manusia. Berdasarkan kepastian takdir itu dibagi menjadi dua macam[14], berikut penjelasannya.
Ø   Takdir Mubram, merupakan ketentuan Allah swt  yang sudah pasti berlaku atas manusia tanpa dapat dielakkan lagi meskipun dengan ikhtiar (usaha). Firman Allah swt dalam Al Quran Surah Yunus Ayat 49 yang artinya :
Artinya :“Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidk dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahuluinya.”
Ø  Takdir Mualak, merupakan ketentuan Allah swt. yang mungkin dapat diubah oleh manusia  melalui ikhtiar bila Alah swt. mengijinkan.[3] Firman Allah swt. dalam Al Quran Surah Ar Ra’du Ayat 11 yang artinya: “Sesungguhnya Allah swt. tidak akan mengubah suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaannya yang ada pada diri mereka sendiri ”
Pembagian takdir yang terakhir adalah pembagian takdir berdasarkan objek berlakunya[15], meliputi:
o   At-Taqdiirul 'Aam (Takdir yang bersifat umum).
o   At-Taqdiirul Basyari (Takdir yang berlaku untuk manusia).
o   At-Taqdiirul 'Umri (Takdir yang berlaku bagi usia).
o   At-Taqdiirus Sanawi (Takdir yang berlaku tahunan).
o   At-Taqdiirul Yaumi (Takdir yang berlaku harian).
Dibawah ini merupakan penjelasan dari macam-macam takdir diatas.
a)      At-Taqdiirul 'Aam (Takdir yang bersifat umum).
Ialah takdir Rabb untuk seluruh alam, dalam arti Dia mengetahuinya (dengan ilmu-Nya), mencatatnya, menghendaki, dan juga menciptakannya.
Jenis ini ditunjukkan oleh berbagai dalil, di antaranya firman Allah Ta'ala:"Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh) Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah".
Dalam Shahih Muslim dari 'Abdullah bin 'Amr Radhiyallahu 'anhuma bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Allah menentukan berbagai ketentuan para makhluk, 50.000 tahun sebelum menciptakan langit dan bumi. "Beliau bersabda, "Dan adalah 'Arsy-Nya di atas air.
b)      At-Taqdiirul Basyari (Takdir yang berlaku untuk manusia).
Ialah takdir yang di dalamnya Allah mengambil janji atas semua manusia bahwa Dia adalah Rabb mereka, dan menjadikan mereka sebagai saksi atas diri mereka akan hal itu, serta Allah menentukan di dalamnya orang-orang yang berbahagia dan orang-orang yang celaka. Dia berfirman : "Dan (ingatlah), ketika Rabb-mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), Bukankah Aku ini Rabb-mu. Mereka menjawab, Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Rabb)." [Al-A'raaf:172]
Dari Hisyam bin Hakim, bahwa seseorang datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu mengatakan, "Apakah amal-amal itu dimulai ataukah ditentukan oleh qadha'?" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
"Allah mengambil keturunan Nabi Adam Alaihissalam dari tulang sulbi mereka, kemudian menjadikan mereka sebagai saksi atas diri mereka, kemudian mengumpulkan mereka dalam kedua telapak tangan-Nya seraya berfirman, 'Mereka di Surga dan mereka di Neraka.' Maka ahli Surga dimudahkan untuk beramal dengan amalan ahli Surga dan ahli Neraka dimudahkan untuk beramal dengan amalan ahli Neraka."
c)      At-Taqdiirul 'Umri (Takdir yang berlaku bagi usia).
Ialah segala takdir (ketentuan) yang terjadi pada hamba dalam kehidupannya hingga akhir ajalnya, dan juga ketetapan tentang kesengsaraan atau kebahagiaannya. Hal tersebut ditunjukkan oleh hadits ash-Shadiqul Mashduq (Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam) dalam Shahiihain dari Ibnu Mas'ud secara marfu': "Sesungguhnya salah seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama mpat puluh hari, kemudian menjadi segumpal darah seperti itu pula (empat puluh hari), kemudian menjadi segumpal daging seperti itu pula, kemudian Dia mengutus seorang Malaikat untuk meniupkan ruh padanya, dan diperintahkan (untuk menulis) dengan empat kalimat: untuk menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagia(nya)."
d)     At-Taqdiirus Sanawi (Takdir yang berlaku tahunan).
Yaitu dalam malam Qadar (Lailatul Qadar) pada setiap tahun. Hal itu ditunjukkan oleh firman Allah Ta'ala [Qs. Ad-Dukhaan: 4]
"Pada malam itu turun para Malaikat dan juga Malaikat Jibril dengan izin Rabb-nya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." [Qs. Al-Qadr: 4-5]
Disebutkan, bahwa pada malam tersebut ditulis apa yang akan terjadi dalam setahun (ke depan,-ed.) mengenai kematian, kehidupan, kemuliaan dan kehinaan, juga rizki dan hujan, hingga (mengenai siapakah) orang-orang yang (akan) berhaji. Dikatakan (pada takdir itu), fulan akan berhaji dan fulan akan berhaji. Penjelasan ini diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, demikian juga al-Hasan serta Sa'id bin Jubair.
e)      At-Taqdiirul Yaumi (Takdir yang berlaku harian)
"Setiap waktu Dia dalam kesibukan." [Qs. Ar-Rahmaan: 29]
Disebutkan mengenai tafsir ayat tersebut: Kesibukan-Nya ialah memuliakan dan menghinakan, meninggikan dan merendahkan (derajat), memberi dan menghalangi, menjadikan kaya dan fakir, membuat tertawa dan menangis, mematikan dan menghidupkan, dan seterusnya.

III.          Pendapat-pendapat Manusia tentang Takdir
Pada umumnya sebagian besar orang membagi tiga golongan yaitu [16]:
a.         Golongan Qodariyah
Yaitu salah satu golongan Mu’tazilah. Golongan ini menolak adanya takdir di dalam perbuatan dan usaha-usaha manusia. Mereka berpendapat bahwa manusia sendirilah yang menciptakan dan menguasai perbuatan-perbuatannya, baik kebaikan, maupun keburukan. Manusia dalam segala usahanya terlepas dari kodrat Yang Maha Esa.
b.        Golongan Jabbariyah
Yaitu golongan yang berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kehendak dan pilihan sendiri dalam segala perbuatannya. Semua perbuatan Tuhanlah yang menghendakinya baik yang baik maupun yang buruk. Makhluk itu seakan-akan selembar bulu di tengah-tengah lapangan luas, akan bergerak kesana kemari mengikuti tiupan angin. Manusia tidak penya ikhtiar. Karena faham ini mendorong kepada fatalis. Faham ini di duga didirikan oleh orang Yahudi yang bernama Thalud bin A’sam dengan tujuan merusak keyakinan Islam dari dalam.
c.         Golongan yang mengambil jalan tengah
Antara kedua pendapat tersebut di atas, golongan ini berpendapat bahwa lahirnya manusia memiliki ikhtiar, tetapi hakikatnya tidak berdaya, ia tidak bisa lepas dari qadar Tuhan dengan ilmu dan iradat-Nya.


IV.          Konsep Takdir
Takdir adalah suatu yang sangat ghoib, sehingga kita tak mampu mengetahui takdir kita sedikitpun. Yang dapat kita lakukan hanya berusaha, dan berusaha pun telah Allah jadikan sebagai kewajiban. “Tugas kita hanyalah senantiasa berusaha, biar hasil Allah yang menentukan”, itulah kalimat yang sepertinya sudah tidak asing lagi di telinga kita, yang menegaskan pentingnya mengusahakan qadha untuk selanjutnya menemui qadarnya.
Takdir itu memiliki empat tingkatan yang semuanya wajib diimani[17], yaitu :
a)        Al-`Ilmu, bahwa seseorang harus meyakini bahwa Allah mengetahui segala sesuatu baik secara global maupun terperinci. Dia mengetahui apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi. Karena segala sesuatu diketahui oleh Allah, baik yang detail maupun jelas atas setiap gerak-gerik makhluknya. Sebagaimana firman Allah:
وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata.” (QS. Al-an`am:59)
b)        Al-Kitabah, Bahwa Allah mencatat semua itu dalam lauhil mahfuz, sebagaimana firman-Nya :
أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاء وَالْأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab. Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hajj:70)
c)        Al-Masyiah (kehendak), Kehendak Allah ini bersifat umum. Bahwa tidak ada sesuatu pun di langit maupun di bumi melainkan terjadi dengan iradat/masyiah (kehendak /keinginan) Allah SWT. Maka tidak ada dalam kekuasaan-Nya yang tidak diinginkan-Nya selamanya. Baik yang berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh Zat Allah atau yang dilakukan oleh makhluq-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya :
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئاً أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia” (QS. Yasin:82)
d)       Al-Khalqu, Bahwa tidak sesuatu pun di langit dan di bumi melainkan Allah sebagai penciptanya, pemiliknya, pengaturnya dan menguasainya, dalam firman-Nya dijelaskan :
إِنَّا أَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصاً لَّهُ الدِّينَ
“Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab dengan kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar:2).
Berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia, takdir adalah pengetahuan sempurna yang dimiliki Allah tentang seluruh kejadian masa lalu ataupun masa depan. Kebanyakan orang mempertanyakan bagaimana Allah dapat mengetahui peristiwa yang belum terjadi. Hal ini membuat mereka gagal dalam memahami takdir. Kejadian itu bukanlah kejadian yang belum terjadi, hanya saja belum dialami oleh manusia. Allah tidak terikat ruang ataupun waktu, karena dialah pencipta keduanya.
Masyarakat berkeyakinan bahwa Allah menentukaan takdir setiap manusia, tetapi terkadang takdir ini dapat diubah oleh manusia itu sendiri. Akan tetapi tidak ada satu orang pun yang dapat mengubah takdirnya. Maka dari itu untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia sudah seharusnya kita berusaha dan berdoa. Bukan hanya mengandalkan doa saja maupun hanya berusaha saja. Antara doa dan usaha haruslah seimbang. Tanpa keduanya semua tidak ada artinya. Jika tidak ada ikhtiar dari manusia maka takdir menjadi tidak bermakna. Begitu sebaliknya jika tidak ada takdir maka ikhtiar manusia akan sia-sia. Maka dengan adanya keyakinan terhadap takdir maka akan menjadi kekuatan yang dapat membangkitkan semangat kerja, gairah berusaha dan sebagai dorongan yang positif untuk meraih kesuksesan hidup.
Untuk memahami konsep takdir umat Islam tidak dapat melepaskan diri dari dua dimensi pemahaman takdir. Kedua dimensi dimaksud ialah dimensi ketuhanan dan dimensi kemanusiaan.
ü  Dimensi Ketuhanan
Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al Quran yang menginformasikan bahwa Allah maha kuasa menciptakan segala sesuatu termasuk menciptakan Takdir[18].
Konsep takdir dengan pemahaman dimensi ketuhanan terdapat dalam beberapa ayat dalam al-Qur’an, diantaranya[19]:
·           Dialah Yang Awal dan Yang Akhir ,Yang Zhahir dan Yang Bathin (Al Hadid / QS. 57:3). Allah tidak terikat ruang dan waktu, bagi-Nya tidak memerlukan apakah itu masa lalu, kini atau akan datang).
·           Dia (Allah) telah menciptakan segala sesuatu dan sungguh telah menetapkannya (takdirnya) (Al-Furqaan / QS. 25:2)
·           Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Sesungguhnya itu semua telah ada dalam kitab, sesungguhnya itu sangat mudah bagi Allah (Al-Hajj / QS. 22:70)
·           Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya (Al Maa'idah / QS. 5:17)
·           Kalau Dia (Allah) menghendaki maka Dia memberi petunjuk kepadamu semuanya (Al-An'am / QS 6:149)
·           Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat (As-Safat / 37:96)
·           Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan (Luqman / QS. 31:22). Allah yang menentukan segala akibat.
Berdasarkan poin-poin tentang konsep takdir berdasarkan dimensi ketuhanan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa iman kepada takdir Allah dapat diartikan sebagai berikut:
·           Allah mengetahui segala sesuatu sebelum terjadi. Karena tidak ada sesutu pun yang luput dari pengetahuan Allah.
·           Semua yang yang terjadi di alam semesta ini terjadi karena kehendak Allah yang terlaksana dan tidak ada peran siapa pun di sana.
·           Bahwa semua yang terdapat di alam semesta ini adalah ciptaan Allah dan karena kehendak-Nya.
·           Allah mencatat segala sesuatu sejak awal mula penciptaan dalam kitab-Nya (Lauh al-Mahfuzh).
ü   Dimensi Kemanusiaan
Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al Quran yang meginformasikan bahwa Allah memperintahkan manusia untuk berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai cita-cita dan tujuan hidup yang dipilihnya[20].
Konsep takdir dengan pemahaman dimensi ketuhanan terdapat dalam beberapa ayat dalam al-Qur’an, diantaranya[21]:
·           Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia (Ar Ra'd / QS. 13:11)
·           (Allah) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Al Mulk / QS. 67:2)
·           Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Nasrani, Shabiin (orang-orang yang mengikuti syariat Nabi zaman dahulu, atau orang-orang yang menyembah bintang atau dewa-dewa), siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan beramal saleh, maka mereka akan menerima ganjaran mereka di sisi Tuhan mereka, tidak ada rasa takut atas mereka, dan tidak juga mereka akan bersedih (Al-Baqarah / QS. 2:62).
·           Iman kepada Allah dan hari kemudian dalam arti juga beriman kepada Rasul, kitab suci, malaikat, dan takdir.... barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir... (Al Kahfi / QS. 18:29)
Berdasarkan cakupan bahasan tentang takdir dalam dimensi manusia diatas, dapat diambil beberapa poin penting tentang Takdir Allah itu mencakup beberapa hal seperti dibawah ini.
·           Tata aturan alam semesta, seperti peredaran planet, aliran air, hembusan angin, susunan atom dan lain-lain.
·           Yang terjadi pada kita dan kita tidak kemapuan untuk memilih dan ikhtiyar, seperti dijadikan laki-laki atau perempuan, dilahirkan di Indonesia atau di Arab, di Eropa dan lain-lain.
·           Perbuatan-perbuatan yang berdasarkan pilihan, meliputi perbuatan mubah, ketaatan dan perbuatan maksiat.

V.            Hubungan Usaha(Ikhtiar) dengan Takdir
ü  Pengertian Ikhtiar
Ikhtiar berasal dari bahasa Arab (إخْتِيَارٌ) yang berarti mencari hasil yang lebih baik. [22]
Adapun secara istilah, pengertian ikhtiar yaitu  usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, baik material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar tujuan hidupnya selamat sejahtera dunia dan akhirat terpenuhi[23].
Maka segala sesuatu baru bisa dipandang sebagai ikhtiar yang benar jika di dalamnya mengandung unsur kebaikan. Tentu saja, yang dimaksud kebaikan adalah menurut syari’at Islam bukan semata akal, adat, atau pendapat umum. Dengan sendirinya, ikhtiar lebih tepat diartikan sebagai “memilih yang baik-baik”, yakni segala sesuatu yang selaras tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Ikhtiar juga dilakukan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya. Akan tetapi jika usaha kita gagal, hendaknya kita tidak berputus asa. Kita sebaiknya mencoba lagi dengan lebih keras dan tidak berputus asa. Kegagalan dalam suatu usaha, antara lain disebabkan keterbatasan dan kekurangan yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri. Apabila gagal dalam suatu usaha, setiap muslim dianjurkan untuk bersabar karena orang yang sabar tidak akan gelisah dan berkeluh kesah atau berputus asa. Agar ikhtiar atau usaha kita dapat berhasil dan sukses, hendaknya melandasi usaha tersebut dengan:
·         niat ikhlas untuk mendapat ridha Allah,
·         berdoa dengan senantiasa mengikuti perintah Allah yang diiringi dengan perbuatan baik,
·         bidang usaha yang akan dilakukan harus dikuasai dengan mengadakan penelitian atau riset,
·         selalu berhati-hati mencari teman (mitra) yang mendukung usaha tersebut,
·         serta memunculkan perbaikan-perbaikan dalam manajemen yang professional.
Setiap manusia memiliki keinginan dan cita-cita untuk mendapat kesuksesan, tak ada seorang pun yang menginginkan kegagalan. Hal ini karena Allah menganugerahkan kehendak kepada manusia. Jika kehendak tersebut mampu dikelola dengan baik, manusia akan menemukan kesuksesannya. Dibawah ini merupakan ayat al-Qur’an yang mendukung penjelasan di atas.
(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui (QS.Ash-Shaff:11)
Allah telah mencontohkan kisah Nabi  Ya’qub dalam Al-Qur’an sebagai contoh nyata pelajaran orang-orang yang ditimpa kesusahan dan larangan berputus asa. Nabi Ya'qub yang terus berdo'a dan berharap pada Tuhannya setiap saat agar tidak termasuk orang-orang yang berputus asa, karena berputus asa pada kebaikan Tuhan adalah sifat-sifat orang yang kafir.
Kisah itu digambarkan oleh Allah swt. dalam Al-Qur’an surah Yusuf ayat 87,
 يَابَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَيْئَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
Artinya: Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir”. (QS: Yusuf: 87)[24]
Tak ada cara lain, mari kita palingkan semua pada Islam. Berikhtiarlah untuk menyelesaikan persoalan-persoalan kita, yakni dengan memilih jalan-jalan keluar yang baik-baik dan yang diridhoi Allah Subhanahu wa-ta'ala.
Inti dari segala ilmu Tauhid atau keimanan pada akhirnya terletak atas iman kepada takdir, sebagai titik akhir sikap penyerahan diri seorang muslim atas ketentuan Allah Swt. Sebagai konsekuensinya mempercayai dan meyakini wujud-Nya Allah swt. dan penerimaan atas segala hukum dan ketentuannya[25].
Jadi, tugas kita sebagai manusia tidak lain tidak bukan adalah mempercayai segala takdir atau ketentuan Allah. Dan kita harus menyerahkan hidup kita sepenuhnya kepada Allah dengan selalu berdo’a diiringi dengan usaha.
Kesadaran manusia untuk beragama merupakan kesadaran akan kelemahan dirinya. Terkait dengan fenomena takdir, maka wujud kelemahan manusia itu ialah ketidaktahuannya akan takdirnya. Manusia tidak tahu apa yang sebenarnya akan terjadi. Kemampuan berfikirnya memang dapat membawa dirinya kepada perhitungan, proyeksi dan perencanaan yang canggih. Namun setelah diusahakan realisasinya tidak selalu sesuai dengan keinginannya. Manusia hanya tahu takdirnya setelah terjadi.
Oleh sebab itu sekiranya manusia menginginkan perubahan kondisi dalam menjalani hidup di dunia ini, diperintah oleh Allah untuk berusaha dan berdoa untuk merubahnya. Usaha perubahan yang dilakukan oleh manusia itu, kalau berhasil seperti yang diinginkannya maka Allah melarangnya untuk menepuk dada sebagai hasil karyanya sendiri. Bahkan sekiranya usahanya itu dinilainya gagal dan bahkan manusia itu sedih bermuram durja menganggap dirinya sumber kegagalan, maka Allah juga menganggap hal itu sebagai kesombongan yang dilarang juga. Hal tersebut dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Hadid ayat 23.
“(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira dengan apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.”(QS. Al Hadid:23)[26]
Kesimpulannya, karena manusia itu lemah (antara lain tidak tahu akan takdirnya) maka diwajibkan untuk berusaha secara bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu beribadah kepada Allah. Dalam menjalani hidupnya, manusia diberikan pegangan hidup berupa wahyu Allah yaitu Al Quran dan Al Hadits untuk ditaati.
Penjelasan di atas menunjukan adanya hubungan antara takdir Allah dengan ikhtiar manusia. Sebagian yang terjadi pada manusia ada yang tidak dapat di hindarkan atau dielakkan, misalnya ketetapan kapan dan dimana ia akan lahir, berkelamin lelaki atau perempuan, kapan dan dimana ia akan meninggal dan sebagainya. Tetapi manusia juga mengetahui bahwa sebagian yang terjadi pada dirinya ada penyebabnya, seperti rajin belajar akan menyebabkan pandai, berusaha dan bekerja keras akan mendapatkan hasil yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan sebagainya.
“Allah menghapuskan apa yang ia kehendaki dan menetapkan (apa yang ia kehendaki). Dan disisi-Nya lah terdapat Ummul Kitab(Lauh al-Mahfudzh).” (QS.Ar Rad’u :39)[27]
Dengan demikian manusia tidak hanya sekedar menunggu ketentuan takdir, tetapi ia juga diberikan kebebasan bahkan diharuskan untuk berbuat dan berikhtiar. Meskipun dalam berikhtiar ia memilih jalan yang baik atau jahat, semua itu pada akhirnya tetap dalam takdir Allah SWT.

VI.            Manfaat Iman Kepada Takdir
Adapun hikmah atau manfaat iman kepada takdir antara lain :
Ø   Mendorong untuk menuntut ilmu dan berusaha dengan sungguh-sungguh dari masa ke masa.
Ø   Memupuk sifat optimis dan giat bekerja
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu. Sesuai firman Allah swt. yang artinya : Dan carilah pada apa yang telah di anugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al- Qashas ayat 77)
Ø   Membuat hidup lebih tenang dan sabar dalam menghadapi segala macam persoalan.
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi. Sesuai firman Allah swt yang artinya : Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam sorga-Ku.( QS. Al-Fajr ayat 27-30)
Ø   Membebaskan manusia dari berbagai macam penyakit rohani seperti iri, sombong, nifaq, malas dan sebagainya.
Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa , karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah. Sesuai firman Allah SWT yang artinya: Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (QS.Yusuf ayat 87)
Ø   Menyuburkan dalam diri manusia segala macam sifat-sifat yang baik, seperti ikhlas, kasih sayang, rajin, tawakal, mencukupkan apa yang ada, dan lain sebagainya.
Ø   Melatih manusia untuk selalu bersyukur.
Orang yang beriman kepada takdir Allah, apabila mendapat keberuntungan maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian. Sesuai firman Allah yang artinya:”dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah( datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan. ”( QS. An-Nahl ayat 53).




[1] Mahmud Yunus, Kamus Indonesia Arab (Jakarta: Hidakarya Agung, 1989). Hlm. 789.
[2] Al-Quran, Surat Yusuf (12) : Ayat 68.
[3] Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd,Al-Iimaan bil Qadhaa wal Qadar (Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir), 2009. Hlm.56
[4] Abu Muhammad Herman, Macam-Macam Takdir, blogger, 2009
[5] Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd. Opcit.hlm.68.
[6] Qs. Al-Hadid ayat 22.
[7] QS. Surah Al-Qamar: 49
[8] Kitab H.R. Muslim, (VIII/173).
[9] Ibid,.
[10] Kitab H.R. Muslim, (VIII/51).
[11] Ibid,.
[12] Ibid,.

[15] Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd. Opcit.hlm.75.
[18] Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd,Al-Iimaan bil Qadhaa wal Qadar (Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir). 2009. Hlm. 81.
[19] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur'an al-Karim; Tafsir atas Surah-surah Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu (Cet. I; Bandung: Pustaka Hidayah, 1997). Hlm. 68.

[20] Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd .Opcit. hlm.82
[21] M. Quraish Shihab. Opcit. Hlm. 70.
[22] Mahmud Yunus, Kamus Indonesia Arab (Jakarta: Hidakarya Agung, 1989). Hlm. 126.
[24] Qs. Yusuf ayat 87
[25] Zaini, Syahminan. Kuliah Aqidah Islam(Surabaya: Al-Ikhlas,1983) hlm 378
[26] Qs. Al- Hadid ayat 23.
[27] Qs. Ar_Rad’u ayat 39.




DAFTAR PUSTAKA
·         Mahmud Yunus, Kamus Indonesia Arab (Jakarta: Hidakarya Agung, 1989)
·         M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur'an al-Karim; Tafsir atas Surah-surah Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu (Cet. I; Bandung: Pustaka Hidayah, 1997).
·          Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tauhid. (Yogyakarta: 2005)
·         Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd,Al-Iimaan bil Qadhaa wal Qadar (Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir), 2009
·         Abu Muhammad Herman, Macam-Macam Takdir, blogger, 2009
·         Zaini, Syahminan. Kuliah Aqidah Islam(Surabaya: Al-Ikhlas,1983

0 comments:

Post a Comment