Thursday, September 11, 2014

Pengantar Filsafat Ilmu



MAKALAH PENGANTAR FILSAFAT ILMU
TEORI KEBENARAN
Dosen Pengampu : Bapak Kholid Zamzami, M si.
Di susun oleh:              

Ahmad  Nafis Syahroni                    (13650131)

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS dan TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2014

KATA PENGANTAR
            Alhamdulillah, Puji syukur kami ucapkan kehadirat allah SWT atas rahmatnya yang telah dilimpahkan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Dalam makalah ini kami akan membahas dengan tema “Teori Kebenaran”.
Kami akan membahas teori-teori kebenaran meliputi Korespondensi, Koherensi, Pragmatis, Agama dan lain sebagainya. Dalam menyelesaikan tugas makalah ini kami bekerja semaksimal mungkin sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dalam waktu yang tepat.
            Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan namun telah memberi manfaat bagi kami, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari dosen pembimbing kami Kholid Zamzami, M sidan juga teman semuanya..
            Semoga dengan terselesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman sekalian.


Malang, 11 Maret 2014

Penulis
Kelompok 1





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Pembahasan..................................................................................................... 5
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1    Pengertian Teori Kebenaran....................................................................................... 6
2.2 Ukuran Kebenaran...................................................................................................... 7
2.3    Macam-macam Teori Kebenaran................................................................................ 8
2.4    Jenis-jenis teori Kebenaran......................................................................................... 11
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA






BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Mengetahui apa yang dimaksudkan oleh suatu pertanyaan tidak sama dengan mengetahui apakah pernyataan itu benar atau kah tidak. Percayakah Anda bahwa kebenaran itu sifatnya relative?“ Kebenara itu tidak ada, tergantung pada tiap-tiap orang,” begitu kata seorang kawan penulis. Bukankah segala sesuatu itu dapat diukur, dinilai, dan akhirnya diketahui mana yang benar dan mana yang salah, atau lebih maju lagi untuk mencari pemahaman tentang mana yang bermanfaat dan mana yang tidak mana yang merugikan dan mana yang menguntungkan (tentunya bagi banyak pihak bukan bagi segelintir orang).
Tidak ada kebenaran semuanya palsu teriak seorang yang keinginannya gagal dan ia merasa marah karena apa yang sangat diinginkannya tidak terpenuhi. Ketidakpercayaan orang pada kebenaran memang lahir dari pengalaman psikologis bahwa ia memang tidak pernah menemui fakta bahwa apa yang diinginkannya terpenuhi dalam realitas.
Tapi bukan berarti bahwa kebenaran itu tidak ada. Tidak akan ada kebenaran jika ketika “omongan”,penilaian, ungkapan, evaluasi, dan pengukuran tidak didasarkan pada fakta atau realitas yang secara material ada. Orang bisa berbeda (relatif) dalam menilai jarak antara Bali dan Jakarta. Si A akan mengatakan “jauh,dong!’ Si B dapat mengatakan, “Ah, nggak jauh amat. Satu kedipan aja sampai.” Coba kamu waktu berangkat naik mobil tidur, terus kamu bangun pagi, kamu sudah sampai Jakarta”. Keduanyan mempunyai pengalaman yang berbeda .
Hal lain yang harus dicatat bahwa masyarakat kita selalu tidak fokus dalam menceritakan segala sesuatu. Untuk ukuran penilaian orang terhadap suatu fakta yang konkret, misalnya jarak (yang secara material adalah panjangnya bentangan antara dua tempata atau benda yang di ukur), biasa berbeda-beda tetapi kebenaran sendiri tentang jarak itu sendiri secara objektif                           ( ada,material, dan bisa di ukur) tetaplah tidak relatif.
Kebenaran itu objektif, ada, riil, dapat di ukur dengan cara yang benar, bukannya relatif. Perasaan bahwa segala sesuatu itu relatif lahir dari cara berpikir gampangan yang lebih mementingkan kehehndak subjektif dan individual .
Banyak orang yang menganggap bahwa bencana dan penderitaan kemiskinan dan penindasan bukan karena sebab-sebab konkret, melainkan karena sebab lain, takdir Tuhan dan sebab-sebab lainnya yang berada di luar dialektika material.
Kebenaran menunjukkan bahwa makna suatu pernyataan-artinya prooposinya sungguh-sungguh merupakan halnya. Bila proposinya tidak merupakan halnya, maka kita mengatakan bahwa proposisi itu sesat.

B.     Rumusan Masalah
1.         Pengertian Teori Kebenaran
2.         Bagaimanakah Ukuran Kebenaran
3.         Apa Saja Macam-Macam Teori Kebenaran 
4.         Jenis-Jenis Kebenaran

C.     Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan teori kebenaran
2.      Memahami Bagaimana Ukuran Kebenaran
3.      Mengetahui Macam-Macam Teori Kebenaran
4.      Mengetahui Jenis-jenis Teori Kebenaran

  .







BAB 2
PEMBAHASAN
2.1       Pengertian  Kebenaran
Kebenaran (truth) memiliki berbagai macam makna, misalnya keadaan ketika terjadi kesesuain dengan fakta khusus atau realitas, atau keadaan yang sesuai dengan hal-hal yang nyata, kejadian-kejadian nyata, atau aktualitas. Kebenaran juga berarti suatu hal cocok dengan aslinya atau sesuai dengan ukuran-ukuran yang ideal.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (oleh Purwadarminta), ditemukan beberapa arti tentang kebenaran, yaitu (1) keadaan yang benar (cocok dengan hal atau keadaan sesungguhnya); (2) sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul demikian halnya); (3) kejujuran, ketulusan hati; (4) selalu izin, perkenaan; dan (5) jalan kebetulan.
Plato pernah mempertanyakan apakah kebenaran itu sebenarnya? Dalam waktu belakangan yang cukup lama Bradley seakan menjawab bahwa kebenaran itu adalah kenyataan. Jadi untuk membuktikan bahwa hari benar-benar hujan, kita harus membedakan dengan melihat kenyataan yang terjadi di luar rumah.
Tetapi kenyataan yang terjadi sekarang tidak seluruhnya berupa kebenaran, bahkan yang tidak seharusnya terjadi akhirnya terjadi juga karena das solen tidak sama dengan das sein. Di muka bumi ini berapa banyak kita melihat ketidak benaran, seperti berbagai penindasan, penjajahan dan rekayasa.
Seorang murid Plato bernama aristoteles, menjawab pertnyaan suhunya ini dengan pendapat abahwa kebenaran itu subjektif sifatnya, artinya kebenaran bagi seorang adalah tidak benar bagi yang lain, sehingga kemudian lahirlah kebenaran relatif dan kebenaran mutlak
Sekarang agar penelitian cenderung lebih objektif, maka seseoranng peneliti bertanya kepada seorang responden yang berpendapat subjektif, perlu ditanyakan kepada beberapa responden  lain yang memenuhi syarat agar valid (dalam Islam disebut dengan Shahih ) itu pun harus diuji kebenarannya, bahkan terkadang dalam kurun waktu tertentu kebenran itu berubah sesuai corak berpikir manusia (paradigma) .
Banyak pakar ilmu filsafat yang menganggap benar bahwa pengetahuan itu terdiri atas sebagai berikut:
1.      Pengetahuan Akal
2.      Pengetahuan Budi
3.      Pengetahuan Indrawi
4.      Pengetahuan Kepercayaan (otoritatif)
5.      Pengetahuan Intutif
Menurut penulis yang benar adalah pengetahuan akal itu disebut ilmu yang kemudian untuk membahasnya disebut logika, pengetahuan budi itu disebut moral yang kemudian untuk membahasnya disebut etika, pengetahuan indrawi itu disebut seni yang untuk membahasnya disebut estetika. Sedangkan pengetahuan kepercayaan itu disebut agama tetapi dalam hal ini  tidak boleh otoritatif karena agama ini tidak memaksa, agama harus diterima secara logika, etika dan estetika adalah Islam, oleh karena itu pengetahuan intuitif kepada seseorang yang kemudian disebut nabi harus diuji dahulu seperti halnya keberadaan Nabi Muhammad SAW, sebagaimana penulis lakukan bertahun-tahun dalam keadaan atheis dan kemudian baru menerimanya.
2.2       Ukuran  Kebenaran
            Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang dimaksud benar bagi seseorang belum tentu benar bagi orang lain. Karena itu, kegiatan berpikir adalah usaha untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu atau kriteria kebenaran. Pada setiap jenis pengetahuan tidak sama kriteria kebenarannya karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda. Pengetahuan tentang alam metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan tentang alam fisik. Alam fisik pun memiliki perbedaan ukuran kebenarn bagi setiap jenis dan bidang pengetahuan.
Ukuran kebenaran sesungguhnya tergantung pada apakah sebenarnya yang diberikan pada kita oleh metode-metode untuk memperoleh pengetahuan jika apa yang dapat  kita ketahui ialah ide-ide kita, maka pengetahuan hanya dapat terdiri dari ide-ide yang dihubungkan secara tepat dan kebenaran merupakan keadaan saling berhubungan (coherence) diantara ide-ide tersebut atau keadaan saling berhubungan diantara proposisi-proposisi.
2.3       Macam-macam Teori Kebenaran
1.      Teori Kebenaran Korespondensi
Teori pertama adalah teori korespondensi, tehe correspondence theory of truth yang kadang disebut the accordance theory of truth. Menurut teori ini, kebenaran atau keasaan benar itu apabila ada kesesuainan (correspondence) antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh pernyataan atau pendapat tersebut.[1]Dengan demikian, kebenaran epistemologis adalah kemanunggalan antara subjek dengan objek. Teori korespondensi ini pada umumnya dianut oleh para pengikut realisme. Diantara pelopor teori ini adalah Plato, Aristoteles, Moore, Russel, Ramsey, dan Tarsky.[2] Teori ini dikembangkan oleh Bertrand Russel (1872-1970).[3]
            Kita mengenal dua hal, pernyataan dan kenyataan. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri. Contohnya: “Jakarta adalah ibu kota Republik Indonesia”. Pernyataan tersebut benar karena kenyataannya Jakarta memang ibu kota Repulik Indonesia. Kebenarannya terletak pada hubungan antara pernyataan dan kenyataan.
            Dalam dunia sains, teori ini sangat penting sekali digunakan guna mencapai suatu kebenaran yang dapat diterima oleh semua orang. Seorang ilmuwan akan selalu berusaha meneliti kebenaran yang melekat pada sesuatu secara sungguh-sungguh, sehingga apa yang dilihatnya itu benar-benar nyata terjadi, bukan hanya pandangan semu belaka. Penelitian sangat penting dalam teori korespondensi karena untuk mengecek kebenaran suatu teori perlu dilakukan penelitian ulang.
2.      Teori Kebenaran Koherensi
Teori koherensi atau konsistensi, the consistence theory of truth, sering pula dinamakan the coherence theory of truth. Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan (judgement) dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta dan realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Dengan kata lain, kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru itu dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan akui kebenarannya terlebih dahulu.[4]
Menurut teori ini, putusan satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan saling menerangkan satu sama lain. Karenanya lahirlah rumusan: Truth is a systematic coherence (kebenaran adalah hubungan yang sistematik) dan Truth is consistency (kebenaran adalah konsistensi dan kecocokan). Teori konsistensi atau koherensi ini berkembang pada abad ke-19 dibawah pengaruh Hegel dan diikuti oleh pengikut madzhab idealisme. Seperti filsuf Britania F.M. Bradley (1864-1924).[5]
3.      Teori Kebenaran Pragmatis
Pragmatis berasal dari bahasa Yunani pragma, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan, sebutan bagi filsafat yang dikembangkan oleh William James di Amerika Serikat. Menurut filsafat ini, benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung pada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar apabila mendatangkan manfaat dan dikatakan salah apabila tidak mendatangkan manfaat. Istilah pragmatisme sendiri diangkat dalam sebuah makalah yang dimunculkan pada tahun 1878 dengan tema how to make our ideas clear yang kemudian dikembangkannya oleh beberapa ahli filsafat Amerika. Di antara tokohnya yang lain adalah John Dewey (1859-1952).
Menurut teori pragmatisme, suatu kebenaran dan suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan manusia. Contohnya adalah pandangan penganut pragmatisme tentang Tuhan. Bagi pragmatisme, suatu agama itu bukan benar karena Tuhan yang disembah oleh penganut agama itu sungguh-sungguh ada, tetapi agama itu dianggap benar karena pengaruhnya yang positif atas kehidupan manusia; berkat kepercayaan orang akan Tuhan maka kehidupan masyarakat berlaku secara tertib dan jiwanya semakin tenang.


4.      Teori Kebenaran Sintaksis
Kebenaran sintaksis adalah kebenenaran yang berangkat dari tata bahasa yang melekat. Karena teori ini dipengaruhi pula oleh kejiwaan dan ekspresi, maka ada kemungkinan mereka yang menerimanya yang juga mempunyai keterkaitan jiwa akan terpengaruh, apalagi susunan tata bahasa yang bernuansa rasa. Misalnya pernyataan, “Saya makan nasi” akan berbeda bila ditulis dan ditekankan bacaannya (intonasi) ketika “Saya, makan nasi” atau “Saya makan, nasi” atau “Saya makan nasi!” atau “Saya makan nasi?” yaitu pada subjek, predikat, dan objek. Kebenaran seperti ini juga mirip dengan kebenaran semantis yang berbicara tentang makna bahasa.
5.      Teori Kebenaran Non Deskripsi
6.      Teori Kebenaran Logika yang Berlebihan
Kebenaran logika yang berlebihan adalah kebenaran yang sebenarnya merupakan fakta. Jadi akan menjadi pemborosan dalam pembuktiannya, misalnya sebuah lingkaran harus berbentuk bulat. Para ahli agama menganggapnya dengan dalil aksioma yang tidak perlu dibuktikan, tetapi sebenarnya pembuktian yang berangkat dari keraguan untuk menjadi keyakinan itu perlu dalam mencapai titik temu agama dan ilmu. Misalnya apakah Allah itu Tuhan? Apakah Muhammad itu nabi? Apakah Yesus itu juru selamat? Apakah Kresna itu Awatara? Apakah Sidharta Gautama itu Budha? Dan lain sebagainya.
7.      Teori Kebenaran Performatif
8.      Teori Kebenaran Paradigmatik
Kebenaran paradigmatik adalah kebenaran yang berubah pada berbagai ruang dan waktu, jadi setelah kurun waktu tertentu berubah (untuk ketagori waktu) dan pada tempat tertentu berubah (untuk ketagori ruang). Thomas Kuhn adalah orang yang mempercayai kebenaran seperti ini. Contohnya dapat dilihat ketika pendapat yang mengatakan bumi mengelilingi matahari, merubah pendapat dahulu yang mengatakan matahari mengelilingi bumi. Dalam perubahan ilmu-ilmu sosial perubahan ini sangat mencolok sehingga keberadaan suatu disiplin ilmu, memerlukan paradigma untuk melacaknya.
9.      Teori Kebenaran Proposisi
10.  Agama sebagai teori kebenaran
Manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Salah satu cara untuk menemukan suatu  kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipetanyakan manusia, baik tentang alam, manusia, maupun tentang Tuhan. Dalam agama yang lebih dikedepankan adalah wahyu yang bersumber dari Tuhan. [6]
Suatu hal dianggap benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak. Kebenaran menurut agama inilah yang dianggap oleh kaum sufi sebagai kebenaran yang mutlak, yaitu kebenaran yang sudah tidak bisa diganggu gugat lagi.
2.4 Jenis-jenis Kebenaran
            1. Kebenaran Epistemologis
Kebenaran epistemologis adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia, yang berkaitan antar subjek dan objek (kenyataan).
            2. Kebenaran Ontologis
Kebenaran ontologis adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada atau diadakan.
            3. Kebenaran Semantis
Kebenaran semantis adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan bahasa.





BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
             Berdasarkan pembahasan Bab II dapat kami simpulkan bahwa kebenaran itu mempunyai arti yang sangat luas yaitu memang benar adanya. Kebenaran ini mempunyai banyak teori kebenaran yaitu korespondensi, kohorensi, prakmatik, dan lain sebagainya. Dan mempunyai jenis-jenis kebenaran juga diantaranya epistimologis, ontologism, semantis.















Daftar Pustaka
O, Louis Kattsoff.2004.Pengantar Filsafat.Yogyakarta:Tiara Wacana Yogya
Soyomukti, Nurani.2011.Pengantar Filsafat Umum.Yogyakarta:Ar-Ruzz Media
In’am,Muhammad Esha.2010.Menuju Pemikiran Filsafat.Malang:Uin Maliki Press






[1]Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), cetakan ke-13, hlm. 57
[2]Noeng Mudhafir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2001), cetakan ke-2, hlm. 12-13
[3]Jujun S. Suriasumantri, loc.cit
[4]Jujun S. Surasumantri, op.cit., hlm. 56
[5]Louis O. Kattsoff, Unsur-Unsur Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992), cetakan ke-5, hlm. 237
[6]Endang Saiffudin Anshari, Ilmu, Filsafat, dan Agama (Surabaya: Bina Ilmu, 1981), cetakan ke-4, hlm. 172-173

0 comments:

Post a Comment